“Waooww…., aku suka…! Kalimat itu diucapkan oleh Ais anak bungsu saya saat melihat jajanan pasar saya taruh di sebuah piring. Jajanan pasar yang berupa bakpao hijau, sagon, roti terang bulan, dan roti kambil itu baru saja saya beli dari pedagang yang mangkal di pertigaan kampung.
Setelah meletakkan piring berisi jajan pasar di meja makan, saya kembali ke dapur. Ais pun mengikuti saya ke dapur. Kalimat yang sama diucapkan oleh Ais ketika dia melihat sambal goreng yang ada di wajan saya tuang ke dalam mangkuk. Saat itu saya bilang,” Ah…, kamu memang apa-apa suka.” Meskipun saya mengucapkan kalimat itu, namun sejujurnya saya sangat menyukai kalimat yang diucapkan oleh Ais.
Tidak terima dengan kalimat yang saya ucapkan, Ais membela diri dengan mengatakan bahwa kalimat yang diucapkan itu adalah bentuk apresiasi terhadap saya yang telah memasaknya. Mendengar penjelasannya saya tercengang dan saya pun segera meminta maaf kepada Ais.
Ais kemudian bercerita bahwa saat dia bersekolah di Jawa Barat, putra bungsu Bapak kostnya yang bernama Arju selalu mengucapkan kalimat itu. Arju, anak kecil yang belum genap berusia 4 tahun ini selalu ekspresif saat diberi sesuatu oleh Ais. Dua tangannya selalu menyangga dagu sambil berteriak ceria :” Waaooo…, aku suka!, padahal Ais hanya memberi jajanan kecil seharga Rp.500;
Rupanya sikap dan ucapan Arju yang ekspresif ini sangat berkesan dan menyenangkan hati Ais sehingga Ais pun mencontohnya. Saya tercengang dan takjub mendengar cerita Ais.
————–
Tri Mulyani
Colomadu, 10 Juli 2021