Ada seorang laki-laki berpakaian bersih dan rapi datang di sebuah sekolah. Dia langsung masuk ke ruang tamu tanpa mengucap salam dan menyapa beberapa guru yang sedang duduk di ruang tamu tersebut. Dengan menggunakan bahasa Jawa dia bertanya di mana kepala sekolah. Saat bertanya itu, dia sambil berjalan menuju ke ruang kepala sekolah yang ada di samping ruang tamu.

Setelah laki-laki tersebut pulang, salah satu guru bertanya kepada kepala sekolah, siapa orang tersebut. Ternyata laki-laki tersebut adalah dosen di salah satu perguruan tinggi. Kedatangannya ke sekolah tersebut adalah untuk memberikan hadiyah kepada para guru.

Pada waktu yang berbeda, ada seorang laki-laki yang datang ke sekolah untuk menemui kepala sekolah. Saat datang dia dalam kondisi marah. Dia menanyakan bagaimana penanganan terhadap anak yang selalu menakali anaknya. Penjelasan kepala sekolah dan guru, tidak memuaskan hatinya. Setiap kalimat yang diucapkan.oleh kepala sekolah atau wali kelas anaknya selalu dibantah dengan kalimat bernada tinggi.

Ada beberapa hal yang mendorong seseorang untuk bersikap sopan, menghargai, atau menghormati orang lain. Mungkin karena orang lain lebih senior usianya, lebih tinggi jabatannya, lebih pandai, lebih kaya, atau lebih tinggi status sosialnya. Ketiadaan satu atau beberapa faktor tersebut pada orang lain menyebabkan seseorang enggan untuk bersikap sopan, menghargai, atau pun menghormati.

Hanya ada satu faktor pada diri seseorang yang menghambat dirinya untuk bersikap sopan, menghargai, atau menghormati orang lain. Faktor itu adalah merasa ‘lebih’ dari orang lain. Mungkin dia merasa lebih pandai, lebih senior, lebih kaya, lebih tinggi status sosialnya, atau pun lebih tinggi jabatannya pada sebuah institusi.

Saat kita berlaku sopan, menghargai, atau menghormati orang lain, kita tidak sedang memberi nilai kepada orang tersebut, namun sebenarnya kita sedang ‘mengukir nilai’ untuk diri kita sendiri.

—————–
Tri Mulyani
Penulis _IRo Society_

Boyolali, 1 Rajab 1444
23 Januari 2023