Dialog Pada Penghujung Hayat

 

­

“Yaa….Allah, ampunilah dosa-dosaku,”
Ucap Bu Ida yang sedang menderita sakit. Dia sudah satu bulan menderita sakit. Opname di rumah sakit selama seminggu. Dokter membolehkan pulang, katanya Bu Ida tidak apa-apa, cukup dirawat di rumah saja.

Anak perempuan Bu Ida yang bernama Nurani sangat pilu mendengar doa yang diucapkan oleh ibunya. Dia tahu bahwa doa yang diucapkan dengan keras itu adalah ekspresi rasa sakit yang tidak tertahan. Selama ibunya sakit, dia tidak pernah mendengar kata aduh, keluhan, serta ekspresi ketidakikhlasan dari mulut ibunya.

Dengan rasa sedih, Nurani mendekati ibunya di tempat tidur. Dengan hati-hati dia bertanya;’ Ibu… .coba diingat-ingat apakah ibu pernah membuat orang lain kecewa dan terluka hatinya?” Mungkin ada saudara atau.tetangga yang pernah ibu rugikan. Bu Ida
diam sejenak, kemudian menjawab, ” sepertinya tidak ada.” Nurani sangat percaya dengan jawaban Bu Ida karena dia tahu persis karakter ibunya.

Hari berganti, Bu Ida belum juga sembuh. Saat menyisir rambut ibunya, Nurani merasa sedih melihat ibunya menjadi sangat kurus dan tampak lebih tua. Mungkin ekspresi kesedihan Nurani terlihat oleh ibunya. Bu Ida bilang,”Kamu jangan sedih…Ibu masih ingat, masih sadar. Nurani tersenyum dan berkata,” Ibu…tetaplah di dalam kesabaran, agar Ibu beruntung. Kalau Ibu tidak sabar, maka akan mengalami dua kerugian, sudah sakit dan tidak mendapat pahala. Dengan suara lemah ibunya menjawab,” Iyaaa…., tolong nasehati ibu dengan yang seperti ini.”

Hari sudah berganti, tiba-tiba Nurani ingat beberapa waktu di awal sakit, ibunya pernah melakukan sebuah kesalahan kecil terhadap suaminya. Walaupun suaminya tidak mengetahui, tetapi Nurani meminta agar ibunya meminta maaf kepada Dony, suaminya. Saat Dony mendekat untuk memberikan oleh-oleh, Bu Ida meminta maaf sambil menangis.

Dony adalah seorang menantu yang sangat menghormati dan menyayangi mertuanya. Setiap kali akan pergi dia selalu mendekat ke tempat mertuanya berbaring sekedar untuk berpamitan dan menawari mertuanya itu pingin dibelikan apa.

Pada sebuah malam, ada seorang kerabat yang menjenguk , Bu Ida masih dapat menyalami kerabat yang mengunjungi tersebut sambil tersenyum. Sekitar dua jam kemudian Bu Ida tertidur. Nurani mendekat membenahi selimut yang menutup tubuh ibunya sambil mengecek kondisi badannya

Nurani kaget ketika memegang bagian kaki, telapak kaki ibunya sangat dingin. Dia bergegas mengambil.kaos kaki tebal milik suaminya dan segera memakaikannya di kaki ibunya. Dia juga menambahkan selimut. Beberapa saat kemudian Nurani mengecek, dia berharap telapak kaki ibunya sudah menghangat, tetapi ternyata telapak kaki ibunya masih tetap dingin, bahkan sudah menjalar ke bagian atas. Nurani kemudian memyelimuti.pada bagian badan, tetapi selimut itu dicampakkan oleh Bu Ida. Nurani terperanjat, dalam hati dia mengingat sesuatu.

Sesaat kemudian Bu Ida bilang,”Aku ingin duduk.” “Baiklah…., Ibu merangkul saya,ya,!” jawab Nurani. Nurani kemudian memposisikan dua tangan ibunya merangkul pada lehernya sementara tangannya melingkar pada punggung ibunya. Belum sampai pada posisi duduk, dua tangan ibunya lepas dari lehernya, Nurani melihat mata ibunya terbelalak. Nurani cepat tanggap, dia segera membaringkan tubuh ibunya.

Dengan suara dan tubuh gemetar Nurani mendekap tubuh ibunya sambil membimbing ibunya untuk mengucapkan’ la illah ila allah….la illah ila allah. Nurani tidak tega melihat wajah ibunya saat meregang nyawa. Dia kemudian menyembunyikan wajahnya, menempel di telinga ibunya sambil terus mentalqinkan dengan kalimat tauhid. Tidak berselang lama, Nurani mengangkat wajahnya untuk melihat wajah ibunya. Mata ibunya sudah terpejam seperti orang sedang tidur. Tanpa air mata, tetapi dengan suara dan badan gemetar Nurani mengucapkan:” inna lillahi wanna ilaihi raji’un.

Nurani segera mengambil gunting untuk melepaskan pakaian dari jasad ibunya. Tangan ibunya yang tadi sudah dia sedekapkan, dia ikat dengan kain. Dengan tenang pula ia mengikatkan kain pada dagu ke kepala agar mulut ibunya tidak terbuka. Dia kemudian menutupi jasad ibunya dengan kain jarik.

Jenazah Bu Ida dimandikan pada malam itu juga. Nurani, kakak perempuannya, dua ibu anggota jamaah pengajian memangku jenazah Bu Ida, sementara yang lain memandikan. ” Cantik,” ucap salah satu ibu yang memandikan jenazah Bu Ida. Dalam hati Nurani membenarksn ucapan ibu tersebut karena dia pun memilki kesan yang sama. Wajah ibunya bersih, cerah, dan tampak lebih muda tidak seperti saat sakit.

————
Tri Mulyani
Boyolali, 26 Mei 2024

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *