SPIRIT SANG PORTER
Pada hari Senin pukul 08.00 WIB, gadis di foto itu masih berada di kampus. Hari itu dia ada kuliah sampai ba’da ashar. Selesai kuliah dia tidak.langsung pulang, tetapi menyerviskan sepeda motornya. Menjelang maghrib dia baru sampai rumah. Setelah mandi dan sholat maghrib, dia pergi lagi untuk mengajar murid lesnya.
Selesai mengajar pukul 20.00 WIB, dia tidak pulang tetapi langsung menuju ke Kampus UMS untuk bertemu kawan -kawannya. Setelah 3 kawannya datang, di tengah hujan gerimis, mereka berempat menaik motor menuju Base Camp Cemoro Sewu. Pukul 21.00 WIB, mereka berhenti di POM bensin Karanganyar, menunggu satu teman mereka yang ingin bersama ke Gunung Lawu.
Pukul 23.00 WIB, mereka sampai di Base Camp Cemoro Sewu. Di sinilah mereka menginap. Selasa pagi pukul 06.00, mereka berlima mulai berjalan menuju puncak gunung Lawu. Sebelumnya mereka membeli.nasi bungkus untuk bekal. Sampai di Pos V, salah satu dari mereka merasa sangat lelah dan tidak sanggup untuk meneruskan perjalanan sehingga mereka berhenti.
Kebimbangan menghinggapi mereka antara melanjutkan perjalanan sampai ke puncak atau turun.
Di tengah kebimbangan itu, ada pendaki yang baru turun dari puncak mengatakan bahwa Puncak Hargo Dumilah masih jauh. Informasi itu membuat mereka semakin galau. Gadis ini sebetulnya sangat ingin merasakan sensasi _tektok,_ naik ke puncak gunung tanpa nge_camp, namun dia menyadari bahwa dia pergi bersama kawan-kawannya. Kalau sampai ke puncak harus bersama dan jika harus turun pun bersama.
Sebetulnya mereka berlima sepakat, ke gunung tidak sampai di puncak itu kurang mengasyikan. Beberapa saat kemudian.lewatlah seorang Potter, dia membawa barang barang milik seorang pendaki asal Kalimantan. Kepada Potter ini mereka bertanya menggunakan bahasa Jawa,_”Pak, miturut penjenengan kula niki saene mandhap napa minggah?_ ( menurut Bapak, kami ini sebaiknya naik atau turun?). _Ngapa mudhun, eman-eman, ayo munggah, wis cedhak_ (Kenapa turun, sayang, Ayoo… naik, sudah dekat).
Kalimat yang diucapkan oleh Sang Potter yang berkaos oblong dan bersandal jepit itu, memompa semangat mereka. Peserta yang semula kelelahan dan merasa tidak sanggup sampai puncak pun bersemangat lagi. Mereka pun melanjutkan perjalanan. Akhirnya mereka sampai di Puncak Hargo Dumilah pukul 15.00.WIB.Tidak ada satu jam mereka berada di Puncak gunung setinggi 3265 m dpl itu.
Setelah cukup puas berada di puncak, mereka turun. Sepanjang perjalanan dari start sampai kembali turun ke Base Camp cuaca cerah. Mereka sampai di Base Camp pukul 20.00 WIB. Gadis itu memberi kabar kepada keluarganya bahwa dia sangat lelah, maka minta ijin untuk pulang keesokan hari yaitu hari Rabu.
Rabu pagi dia bangun pukul 04.00, pukul 04.30 dia bersama dua temannya yang perempuan bersiap untuk pulang. Sementara dua teman pendaki yang laki-laki masih berada di Base Camp. Mereka akan pulang agak siang. Gadis itu sampai di rumahnya yang berada di wilayah Kabupaten Boyolali pukul 07.00. Di rumah dia hanya istirahat sebentar karena hari itu ada kuliah. Dia memang hanya libur satu hari yaitu pada hari Selasa.
Untuk orang yang belum pernah menaik ke gunung, menyaksikan kegiatan yang dilakukan oleh gadis itu mungkin akan tercengang, tetapi ternyata gadis itu merasa biasa saja. Bahkan dia pernah melakukan hal yang lebih dari itu. Dari puncak Gunung Slamet di Purbalingga kemudian menaik motor dari Base Camp, sampai rumah pukul 15.00. Pada pukul 16.00 WIB langsung berangkat untuk mengajar.
Rasa senang dapat menjadikan sesuatu yang menurut orang lain berat menjadi ringan untuk pelakunya. Motivasi dari dalam diri membuat sebuah pekerjaan menjadi nyaman dilakukan. Mungkin demikian itu yang dialami oleh gadis itu.
——–
Tri Mulyani
Boyolali, 13 Desember 2023 TV