*JATHILAN DAN KARAWITAN*
Ada seorang anak dari dusun, namanya Ahmad Furqon. Dia berasal dari sebuah keluarga sederhana. Ayahnya adalah seorang sopir bus malam dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Saat ini Ahmad, begitu dia biasa dipanggil berkuliah di sebuah universitas swasta di sebuah kota, Fakultas Sains dan Tehnologi Terapan jurusan Sistem Informasi. Selain kegiatan pokok berkuliyah, Ahmad mengikuti kegiatan karawitan di kampusnya.
Karawitan adalah salah satu kesenian tradisional yang jarang disukai oleh anak-anak generasi Z seperti dia. Saat masih menetap di kampungnya, Ahmad ikut group kesenian tradisional _Jathilan_ (kuda lumping). Dari sinilah dia mengenal dan menyukai gamelan. Saat dia meninggalkan kampung halaman karena harus berkuliyah, kesenangannya terobati dengan mengikuti karawitan.
Menurut Ahmad lebih mudah memainkan gamelan dari pada alat musik modern. Dia pernah belajar bermain gitar, tetapi merasa kesulitan. Ahmad dan adiknya, seorang anak laki-laki yang saat ini sedang menuntut ilmu di sebuah pondok pesantren adalah harapan dan kebanggaan orang tuanya. Mereka adalah anak -anak dusun yang santun dan hormat kepada orang tuanya. Kalau berbicara dengan siapa pun yang lebih tua selalu menggunakan bahasa Jawa krama alus.
Setiap orang tua akan berusaha dengan segala kemampuan untuk masa depan anak-anaknya. Demikian juga yang dilakukan oleh Pak Budi, bapaknya Ahmad. Sejak Ahmad berkuliyah, dia berpindah bekerja pada PO ( Perusahaan Otobus) yang lain karena di PO yang baru ini gajinya lebih besar. Harapannya dapat untuk membiaya kuliah Ahmad. Meskipun Pak Budi adalah seorang supir dengan jam terbang cukup tinggi, namun di PO yang baru ini dia pun harus menjalani masa training.
Masa training selama tiga bulan dijalani oleh Pak Budi dengan penuh semangat meskipun peraturan di zPO ini ketst. Selama masa trainung dia tidak boleh pulang menjenguk keluarga, termasuk saat ada kerabat yang meninggal, kecuali jika yang meninggal adalah anak, istri, atau ibunya. Selepas masa training pun Pak Budi jarang pulang karena hanya sedikit libur. Pak Budi indekost di kota tempat PO tersebut berada. Tempatnya berbeda propinsi dengan kampung tempat tinggalnya. Demikian juga jam kerjanya cukup berat, jam tidurnya di bawah normal jatah jam tidur orang dewasa.
Pada dini hari dua setengah bulan yang lalu, terjadilah sebuah peristiwa yang mengakibatkan Pak Budi terpaksa kehilangan pekerjaannya. Tidak ada santunan sedikit pun dari pihak PO, yang ada adalah uang solidaritas dari sesama rekan supir dan crew bus. Biaya rumah sakit yang cukup besar ditutup dengan uang jasa raharja dan kekurangannya dibayar oleh sebuah LSM. Kepala Desa tempat Pak Budi bertinggal yang mencarikan bantuan LSM ini.
Beruntung Pak Budi memiliki sikap ikhlas menerima takdir ini. Meskipun saat bercerita tentang keberlanjutan pendidikan anak-anaknya, Pak Budi tampak sedih namun dia yakin pasti ada jalan keluar. Hal lain yang membuat Pak Budi tetap tegar adalah keyakinan bahwa peristiwa yang dialaminya masih belum seberapa jika dibandingkan dengan cobaan yang dialami oleh para Nabi dan orang-oreng sholeh pada jaman dulu.
Pak Budi pernah membaca dalam Alqur’an Surat Albaqarah ayat 214 bahwa para nabi ditimpa dengan kemelaratan, penderitaan, dan bertubi-tubi cobaan berat yang lain. Sampai mereka bertanya kapan pertolongan Allah datang. Setelah membaca ayat tersebut, Pak Budi berharap semoga peristiwa yang saat ini dialaminya adalah sebuah cobaan yang nanti dapat menghantarkannya masuk syurga jika dia sabar dan ikhlas.
Masih memerluksn waktu yang cukup. lama untuk memulihksn kondisi Pak Budi sehingga dia dapat mencari nafkah. Sikap.optimis memang harus dimiliki oleh Pak Budi dan keluarganya, tetapi usaha konkrit juga harus dicari dan dilakukan. Oleh karena itu diperlukan kepedulian dari teman dan saudara, bukan hanya kepedulian yang bersifat konsumtif, tetapi memberi jalan keluar agar Pak Budi dapat mandiri, meskipun dalam keterbatasan.
Semoga dengan kepedulian dari saudara dan teman, Ahmad tetap dapat berkuliyah serta ikut andil dalam melestarikan budaya Jawa, jathilan dan karawitan. Adiknya juga tetap dapat menuntut ilmu di pondok pesantren.
——–
Tri Mulyani
Boyolali, 15 Juli 2024
9 Muharam 1446
.